POTENSI
JUMLAH PERUSAHAAN YANG DAPAT MELAKUKAN GO PUBLIC DI PASAR MODAL INDONESIA

Disusun
Oleh:
castro pereira
JURUSAN
MANAJEMEN BISNIS PARAWISATA
FAKULTAS
MANAJAMEN
SEKOLAH
TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA
DENPASAR
2012
DAFTAR
ISIS
BAB
I. PENDAHULUAN................................................................................ 1
1.1. Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................... 3
1.3. Tujuan......................................................................................................... 3
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 4
2.1 Definisi
Go Public....................................................................................... 4
2.2 Perkembangan Aktivitas Go Public............................................................. 4
2.2.1 Perkembangan di Indonesia dan di Beberapa
Negara Asia............... 4
2.2.2 Perkembangan Global........................................................................ 4
3.3. Motivasi Perusahaan Melakukan Go Public............................................... 5
2.4 Manfaat dan Tantangan Bagi Perusahaan yang
Melakukan Go Public....... 9
1.5 Faktor-faktor Kunci Sukses Go Public...................................................... .. 11
BAB
III. HASIL PEMBAHASAN................................................................... 14
3.1.Jumlah
Perusahaan di Indonesia yang Berpotensi Melakukan Go Public
(Supply- sidd Analysis)............................................................................... 14
3.2.
Perkembangan Aktivitas Investasi di Pasar Modal Indonesia
(Demand-side
Analysis).............................................................................. 18
BAB
IV. KESIMPULAN.................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 21
BAB
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Peranan pasar
modal Indonesia dalam mendukung pembangunan nasional semakin menunjukan tren
yang terus meningkat. Sebagaimana yang telah terjadi di negara-negara maju
(developed countries), pasar modal bersama-sama dengan sektor perbankan telah
menjadi sumber pembiayaan yang sangat penting bagi perkembangan
perekonomiannya. Manfaat keberadaan pasar modal tidak hanya dirasakan oleh
pihak swasta (perusahaan/emiten), tapi juga oleh Pemerintah yang telah beberapa
kali berhasil menawarkan Surat Utang Negara (Obligasi Negara) guna mendukung
Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam pasar
modal syarat agar perusahaan bisa menawarkan surat berharganya harus go-public
agar dapat menerbitkan saham atau surat berharga lainnya untuk dijual
kepada masyarakat. Istilah
go-public mempunyai arti bahwa
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang terbuka atau perusahaan publik
dan para pemegang sahamnya tidak hanya pihak dari internal
tetapi juga dari publik. Transparansi perusahaan merupakan hal yang
harus diperhatikan karena menyangkut dengan masyarakat umum, para investor dan
media massa.
Perusahaan go
public memanfaatkan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana
atau alternatif pembiayaan kegiatan bisnisnya.
Investor menanamkan modal pada perusahaan apabila investasinya dapat
menghasilkan sejumlah keuntungan.
Keberadaan pasar modal menjadikan perusahaan mempunyai alat untuk
refleksi diri tentang kinerja dan kondisi keuangan perusahaan.
Krisis sub-prime
mortgage yang mulai terasa dampaknya
pada paruh kedua tahun 2008 memang telah memberikan efek yang cukup
signifikan bagi perkembangan pasar modal
Indonesia. Sejalan dengan gejolak sektor keuangan global, hampir semua negara
mengalami penurunan kinerja perekonomian yang cukup tajam. Banyak perusahaan
perusahaan besar dunia (multinational companies) mengalami kebangkrutan dan
membutuhkan suntikan dana dari pemerintahnya untuk memperbaiki kondisi
keuangan. Namun untuk Indonesia, tekanan
akibat krisis tersebut ternyata tidak berlarut lama dan dapat diatasi dengan
baik. Kebijakan pemerintah yang cukup responsif dalam mengatasi krisis berhasil
mempertahankan kondisi makro ekonomi nasional yang stabil dan kondusif, yang
pada gilirannya juga menciptakan iklim investasi yang aman di pasar modal.
Bahkan sampai dengan saat ini pasar modal Indonesia masih menjadi market yang
cukup menarik bagi investor asing.
Aktifitas IPO sendiri sangat dibutuhkan bagi
perkembangan pasar modal Indonesia karena dengan demikian jumlah sekuritas
saham dan obligasi yang tersedia di pasar juga akan semakin meningkat. Kondisi
tersebut diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat invdstor dalam membeli
sekuritas karena pilihannya menjadi lebih banyak dan beragam. Selain itu, peningkatan
jumlah saham dan obligasi di pasar juga akan meningkatkan kemampuan investor
dalam melakukan diversifikasi portofolionya dan menekan risiko investasinya.
Industri Reksa Dana sangat berkepentingan akan hal ini karena sebagian besar underlying asset-nya adalah saham dan
obligasi. Jika jumlah sekuritas yang ditawarkan di pasar jauh lebih sedikit
dibandingkan permintaannya, maka dikhawatirkan akan menciptakan efek harga
sekuritas yang „menggelembung‟ jauh di atas harga yang wajar (bubble price) dimana pada gilirannya nanti akan
meningkatkan risiko investasi di pasar modal.
Berdasarkan pada
perkembangan-perkembangan yang telah disebutkan di atas, maka studi ini
bermaksud untuk menganalisis lebih mendalam mengenai potensi IPO di pasar modal
Indonesia, terutama yang berkaitan dengan IPO saham (Penawaran Umum Perdana
Saham) atau yang lazim disebut dengan go public.
I.2. Rumusan Masalah
Permasalahan
utama dari pada tim studi ini adalah untuk potensi IPO saham (go public) di
pasar modal Indonesia dan sekaligus menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan
minimnya aktivitas go public.
Perkembangan makro ekonomi dan pasar modal Indonesia sebelum terjadinya krisis
2008 cukup kondusif, namun perkembangan go public di
Indonesia masih jauh dari yang diharapkan. Perusahaan-perusahaan masih
mengandalkan pembiayaan usaha dari sektor perbankan (banking oriented) dan
belum begitu mempertimbangkan pasar modal sebagai sumber alternatif pembiayaan
(melaksanakan IPO).
1.3. Tujuan
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk :
1.
Untuk perkiraan jumlah
perusahaan di Indonesia yang berpotensi untuk melaksanakan go public
(supply-side analysis)
2. Untuk
potensi investasi di pasar modal Indonesia, terutama yang berpengaruh terhadap
aktivitas go public (demand-side analysis)
3. Mengetahui
persepsi manajemen perusahaan tentang go public
4. Untuk
aspek-aspek atau faktor-faktor yang terkait dengan perkembangan go public di
pasar modal Indonesia
5.
Memberikan rekomendasi
atas rerbagai bahan kebijakan Bapepa
BAB
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Go Public
Di pasar modal
Indonesia, istilah Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO) Saham
atau disebut juga sebagai go public dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk pertama
kalinya suatu saham perusahaan ditawarkan/dijual kepada publik/masyarakat. Selain saham, istilah Penawaran Umum Perdana
(IPO) juga dapat dikaitkan dengan penawaran/penjualan obligasi perusahaan
kepada publik. Namun untuk go public, istilah tersebut hanya berlaku untuk IPO
saham atau Penawaran Umum Perdana Saham. Adapun yang dijelaskan adalah mengenai
Penawaran Umum efek dan mekanismenya, dimana saham dan obligasi termasuk dalam
kategori efek. Perusahaan yang akan melakukan IPO atau Penawaran Umum Perdana
harus mengajukan Pernyataan Pendaftaran kepada
Bapepam-LK untuk memperoleh Pernyataan Efektif.
2.2 Perkembangan Aktivitas Go Public
2.2.1 Perkembangan di Indonesia dan di Beberapa
Negara Asia
Perkembangan
nilai emisi serta dan jumlah perusahaan yang melakukan go public pada kurun
waktu tahun 2002 sampai dengan tahun 2009 di Indonesia dan beberapa negara
dapat dilihat pada grafik-grafik dibawah ini. Data go public di Indonesia
diperoleh dari Statistik Bapepam-LK, sedangkan data go public di negara lainnya
diperoleh dari Bloomberg.
2.2.2 Perkembangan Global
Konsultan Ernst
& Young pada tahun 2009 melaporkan suatu kajian berjudul : Shifting
Landscape – Are You Ready : Global IPO Trends Report 2009. Laporan tersebut
mengungkapkan beberapa fakta penting yang antara lain adalah sebagai berikut :
v Akibat
krisis pasar finansial (market turmoil) yang terjadi, aktivitas global IPO pada
tahun 2008 menurun drastis dibandingkan tahun 2007. Jika dilihat dari sisi
jumlah aktivitas, maka IPO mengalami penurunan sebesar 61%. Sedangkan jika
dilihat dari sisi besarnya dana yang didapatkan dari proses tersebut (fund
raised), IPO mengalami penurunan sebesar 67%.
v Penyebab
utama yang menyebabkan turunnya aktivitas IPO secara global pada tahun 2008
adalah guncangnya fundamental perekonomian, sentimen negatif investor, dan
tingginya volatilitas di pasar saham, yang kesemuanya dipengaruhi oleh adanya
krisis finansial.
Perkembangan IPO
global sebagaimana yang dilaporkan oleh Ernst&Young tersebut informasi
mengenai perkembangan terakhir aktivitas IPO
global didapatkan juga dari
Renaissance Capital (www. renaissancecapital.com) dalam kajiannya yang berjudul “2008 Global IPO
Market Year-End Review and Analysis : Rough year for IPOs may lead to
opportunities in 2009”.
Beberapa fakta penting yang
diungkapkan dalam kajian tersebut antara lain :
v Aktivitas
IPO global mengalami penurunan yang sangat signifikan sejalan dengan
meningkatnya risiko dan ambruknya pasar kredit
v Hampir
50% dari harga saham yang ditawarkan melalui IPO mengalami penurunan harga pada
hari pertama diperdagangkan dan mengalami kinerja yang melemah sesudahnya.
v IPO
di kawasan Asia Pasifik dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonominya (GDP) dan makin
meningkatnya likuiditas di pasar saham.
Sektor yang menjadi andalan IPO di negara Asia Pasifik adalah energi dan
infrastruktur.
3.3. Motivasi Perusahaan Melakukan Go Public
Brau dan Fawcett
(2004) melakukan riset dan survei lapangan tentang 4 (empat) motivasi
perusahaan dalam melaksanakan go public,
sebagaimana yang telah dihasilkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya.
Survei tersebut dilakukan terhadap 336
Chief Financial Officer (CFO). Adapun ke-empat motivasi tersebut adalah
:
Ø Go
public untuk menekan cost of capital perusahaan, sebagaimana yang diungkapkan
Scott (1976) dan Modigliani dan Miller (1963). Menurut penelitian tersebut,
perusahaan akan menawarkan sebagian sahamnya kepada publik jika hal tersebut
akan meminimalkan cost of capital (biaya modal) dan selanjutnya akan
meningkatkan nilai daripada perusahaan (value of company). Sejalan dengan
penjelasan ini, pada Myers dan Majluf (1984) mengungkapkan bahwa pola urutan
pemenuhan kebutuhan keuangan di suatu perusahaan akan dimulai dari pemegang
saham (internal equity), kemudian penggunaan utang (debt financing), dan
terakhir berupa keterlibatan pihak luar dalam kepemilikan saham (external
equity)
Ø Go
public sebagai strategi bagi pemegang
saham untuk keluar dari perusahaan (insiders to cash out), sebagaimana yang diungkapkan Zingales (1995)
dan Mello dan Parsons (1998). Dengan go
public, pemegang saham dapat menjual kepemilikan sahamnya dan mendapatkan
keuntungan dari investasi yang selama ini telah dilakukan di perusahaan
tersebut.
Ø Go
public untuk membuka kesempatan
untuk melakukan akusisisi
(takeover), sebagaimana yang diungkapkan Zingales (1995), Brau, Francis,
dan Kohers (2003). Aktivitas go
public akan membuka kesempatan
perusahaan dalam mendapatkan dana dari
„luar‟ yang kemudian akan digunakan untuk mengakusisi perusahaan lainnya.
Sebaliknya juga, go public juga membuka kesempatan bagi perusahaan untuk
diakusisi oleh perusahaan lainnya dengan harga „pasar‟.
Ø Go
public sebagai langkah strategis
perusahaan, sebagaimana diungkapkan Chemmanur dan Fulghieri (1999) yang
menyatakan bahwa go public dilaksanakan untuk memperluas kepemilikan
atas perusahaan. Maksimovic dan Pichler (2001) menyatakan bahwa go public
dilakukan untuk meningkatkan reputasi dan publisitas perusahaan.
Hasil dari riset
tersebut menyatakan bahwa motivasi yang paling mendorong perusahaan dalam
melaksanakan go public adalah untuk mendapatkan dana bagi akuisisi
di masa mendatang. Adapun motivasi lainnya ternyata tidak merupakan motivasi
utama bagi para CFO.
Selain meneliti
motif perusahaan dalam melakukan go
public, Brau dan Fawcett juga meneliti tentang “timing” atau kapan waktu yang tepat bagi perusahaan
melakukan go public. Peneliti juga
melakukan survei lapangan atas 3 (tiga) teori yang berkaitan dengan hal tersebut,
yaitu bahwa :
Ø Perusahaan
akan melaksanakan go public (IPO) pada saat pasar saham sedang mengalami
peningkatan (bull-market) sehingga dapat menentukan harga saham yang
menguntungkan. Hal ini diantaranya diungkapkan oleh Lucas dan McDonald (1990),
Pagano, Panetta, dan Zingales (1998), dan Lowery (2002).
Ø Timing dari
go public dipengaruhi oleh
maraknya kegiatan go public (IPO) di pasar. Pendapat ini diungkapkan Lowery dan
Schwert (2002) yang menyatakan bahwa kinerja harga saham pada hari pertama
diperdagangkan akan mempengaruhi minat perusahaan lain untuk melakukan go public (IPO), serta pada Choe, Masulis, dan Nanda (1999) yang
menyatakan bahwa perusahaan akan melakukan
go public (IPO) jika perusahaan sejenis yang baik (sukses) melakukannya.
Ø Perusahaan akan
melaksanakan go public (IPO) jika
telah mencapai siklus pertumbuhan usaha dan membutuhkan dana ekuitas
dari pihak luar untuk mendukung pertumbuhannya. Hal ini diungkapkan oleh Choe,
Masulis, dan Nanda (1999) dan Lowery (2002)
Hasil survei
lapangan Brau dan Fawcett menyatakan bahwa faktor yang paling kuat
mempengaruhi timing perusahaan dalam melakukan go public
kondisi pasar yang sedang meningkat (bull-market), baru kemudian diikuti
oleh faktor maraknya kegiatan go public serta kebutuhan akan modal perusahaan.
Penelitian lain
yang menarik tentang timing adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh
Ibbotson dan Jaffe (1975) dan Ritter (1980) yang menyatakan bahwa aktivitas go
public (IPO) dilakukan secara berkelompok (come in waves).
Pagano, Panetta,
dan Zingales (1998) juga melakukan penelitian empiris mengenai mengapa suatu
perusahaan melakukan go public. Mereka melakukan penelitian pada
perusahaan-perusahaan di Italia dengan
membandingkan kondisi perusahaan sebelum melakukan IPO (go public) dengan
kondisi perusahaan setelah melakukan IPO (go public). Hasil penelitian tersebut
mengungkapkan beberapa temuan penting sebagai berikut:
v Faktor
utama yang mendorong perusahaan melakukan go public adalah meningkatnya
market-to-book ratio dari perusahaan sejenis yang telah diperdagangkan di
bursa. Hal ini karena mencerminkan meningkatnya kebutuhan investasi dan peluang
untuk tumbuh pada industri tersebut.
v Faktor
utama lainnya adalah besarnya ukuran perusahaan, dimana semakin besar ukuran perusahaan
semakin mungkin perusahaan tersebut melakukan go public.
v Perusahaan
cenderung melakukan go public untuk memperbaiki struktur keuangannya
setelah melakukan investasi yang cukup besar, bukan sebaliknya untuk membiayai
investasi dan pertumbuhannya.
v Setelah
melakukan IPO atau go public, perusahaan
akan mendapatkan penurunan biaya kredit karena meningkatnya prestige dan aspek
keterbukaan perusahaan.
2.4 Manfaat dan Tantangan Bagi Perusahaan yang
Melakukan Go Public
Perusahaan yang
telah melakukan go public akan
mendapatkan beberapa manfaat penting. Pada artikel yang berjudul “The Unseen
Benefits of Going Public” (2005), (www.reversemergersinfo.com), Andrew Green
menyebutkan beberapa manfaat go public
bagi perusahaan, yaitu :
µ Memperluas
akses terhadap modal
Setelah menjadi
perusahaan publik, alternatif sumber modal atau pendanaan bagi perusahaan akan
bertambah. Status sebagai perusahaan
publik akan sangat menguntungkan bagi perusahaan dalam hal ini, dibandingkan
dengan perusahaan non-publik.
µ Menyediakan
likuiditas bagi pemegang saham
Setelah menjadi
perusahaan publik, maka perusahaan akan menciptakan pasar bagi sahamnya. Secara
umum, saham perusahaan publik akan lebih likuid dibandingkan dengan saham perusahaan non-publik. Pemegang saham
dapat dengan mudah menjual atau membeli kembali saham perusahaan. Likuiditas
saham juga memudahkan pemilik perusahaan untuk, keluar dari perusahaan (exit
strategy)
µ Menyediakan
kompensasi bagi pegawai
Banyak perusahaan
publik menggunakan saham dan opsi sahamnya sebagai kompensasi bagi eksekutif
dan pegawainya, selain digunakan untuk menarik pagawai yang berpotensi.
Pemberian saham bagi pegawai perusahaan juga akan meningkatkan rasa memiliki
atau tanggung jawab pegawai yang bersangkutan.
µ Meningkatkan
prestige perusahaan
Perusahaan yang
berhasil menjual sahamnya akan dipandang sebagai perusahaan yang memiliki
stabilitas dan masa depan. Hal ini akan menolong perusahaan dalam menarik
pegawai-pegawai yang berpotensi. Perusahaan juga akan mendapatkan kemudahan
dalam pemasaran produk/jasanya. Para kreditur dan suplier juga akan merasa
lebih aman dalam berhubungan bisnis dengan perusahaan.
µ Publisitas
Perusahaan publik akan
lebih banyak menerima perhatian dari surat kabar besar, majalah serta para
analis bisnis. Hal ini sangat bermanfaat bagi perusahaan pada saat akan
mengembangkan usaha dan menyusun kerjasama dengan pihak lain. Ketatnya
pengawasan pihak regulator akan membuat perusahaan untuk selalu menyediakan
informasi yang up-to-date.
µ Menyediakan
peluang dilakukannya akusisi atau merger
Setelah perusahaan go public
dan sahamnya beredar di pasar, maka perusahaan tersebut dapat
menggunakan sahamnya untuk melakukan akuisisi perusahaan lainnya. Cara ini
dinilai lebih murah dan lebih mudah.
Perusahaan juga akan lebih mudah melakukan merger dengan pihak lain karena
harga sahamnya sudah terbentuk di pasar dan segala informasi keterbukaan
tersedia secara lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan.
Selain
mendapatkan manfaat, perusahaan yang melakukan
go public juga akan menghadapi beberapa
tantangan. Pada artikel “Going Public Disadvantage” (2009),
www.gopublictoday.com, dijelaskan beberapa tantangan tersebut :
µ Pembagian
keuntungan perusahaan
Keuntungan perusahaan
akan dibagikan juga kepada pemegang saham dengan rangesekitar 20% sampai dengan 60%.
µ Hilangnya
aspek kerahasiaan perusahaan
Alasan utama mengapa
perusahaan menolak untuk go public adalah karena hilangnya kerahasiaan
operasional perusahaan.
µ Kewajiban
pelaporan yang berkesinambungan
Perusahaan go public
wajib melaksanakan kewajiban pelaporan yang dimintakan regulator dan
bursa secara berkesinambungan. Perusahaan wajib tunduk (comply) terhadap semua
aturan. Laporan ini tentunya meningkatkan biaya perusahaan sekaligus membuka
informasi kepada para pesaing perusahaan. Selain itu pihak manajemen juga
memiliki risiko terkena tuntutan hukum jika tidak menginformasikan
berita/laporan dengan benar.
µ Hilangnya
kontrol perusahaan
Perusahaan yang
telah go public memiliki
risiko atau rentan terhadap kontrol perusahaan karena pihak „luar‟
berpotensi melakukan perubahan ataupun pemecatan (misalnya manajemen
perusahaan). Investor tidak akan membeli saham suatu perusahaan jika manajemen
perusahaan tidak berkompeten.
2.5 Faktor-faktor Kunci Sukses Go Public
Pada buku
berjudul “The Ernst & Young Guide to the IPO Value Journey” yang
diterbitkan oleh Ernst and Young pada tahun 1999, dijelaskan mengenai hasil
studi mengenai faktor-faktor kunci sukses perusahaan dalam melaksanakan go
public. Studi ini merupakan hasil kerjasama dengan Harvard University Graduate School of
Businessdengan menghasilkan laporan yang berjudul “Managing the Success of the
IPO Transformation Process”. Studi tersebut dilakukan dengan mensurvei para
eksekutif senior dari 2.500 perusahaan yang melakukan IPO (go public) dari 1
Januari 1986 sampai dengan 31 Agustus 1996.
Studi tersebut
menghasilkan beberapa indikator kuat tentang karakteristik dari
perusahaan-perusahaan yang telah sukses melaksanakan IPO (go public) dan dapat
dimanfaatkan sebagai acuan (benchmark) bagi para CEO dalam merencanakan IPO (go
public).
Karakteristik tersebut adalah
sebagai berikut :
v Perusahaan
telah memiliki keunggulan kompetitif dalam persaingan, baik sebelum, selama,
maupun sesudah IPO (go public).
Posisi tersebut sangat
penting terutama pada saat dilaksanakannya penawaran kepada publik. Perusahaan
yang sukses biasanya telah kompetitif baik dilihat dari sisi finansial maupun
non finansial. Hasilnya, perusahaan seperti tersebut akan menikmati harga saham
yang rata-rata lebih tinggi 20% daripada perusahaan yang tidak sukses dalam go
public-nya.
v Perusahaan
tersebut berlaku seolah-olah telah menjadi perusahaan publik beberapa bulan
bahkan satu tahun sebelum dilaksanakannya IPO (go public).
Perusahaan ini memandang IPO lebih dari sekadar suatu
„kejadian‟ (event) tapi sebagai bagian dari suatu proses. Sebagai bagian dari
proses tersebut, maka perusahaan telah melakukan segala persiapan, seperti
peningkatan sistem, implementasi strategi perusahaan baru, peningkatan kontrol
internal, strategi komunikasi, perbaikan kompensasi eksekutif, serta perbaikan
susunan manajemen.
v Perusahaan
memiliki kondisi non-finansial yang baik.
Kesuksesan IPO suatu
perusahaan juga sangat dipengaruhi oleh faktor non-finansial perusahaan, yang
tercermin dari kredibilitas dan kualitas manajemen perusahaan, kemampuan sumber
daya manusianya, customer service, serta budaya korporasi yang dimilikinya.
Jauh sebelum IPO, perusahaan yang sukses tersebut telah membangun tim manajemen
yang solid (winning team) dan membangun infrastruktur
informasi yang handal. Upaya ini akan menarik perhatian para investor, pemodal,
serta underwriters yang akan membantu proses IPO.
Sebagaimana yang
telah disebutkan dalam laporan “The Ernst & Young Guide to the IPO Value
Journey” sebelumnya, IPO (go public) disebutkan sebagai bagian
dari Perjalanan Nilai (Value Journey), yaitu perjalanan transformasi
dari perusahaan privat yang sukses menuju perusahaan publik yang sukses, yang
secara berkesinambungan menghasilkan nilai bagi para stakeholder-nya (pemegang saham, pegawai,
pelanggan, vendor, dan lain-lainnya). IPO hanyalah bagian dari perjalanan
tersebut.
Value
journey harus dipimpin oleh CEO yang
mampu memimpin secara efektif tim manajemennya, memimpin perubahan yang mungkin
diperlukan, dan yang terpenting memiliki visi yang jelas mengenai tujuan dan
strategi perusahaannya.
Hasil penelitian
tersebut mengungkapkan bahwa terdapat 3 faktor utama yang menghambat perusahaan
untuk melakukan go public di Indonesia, yaitu :
v Adanya
persepsi bahwa go public merupakan proses yang rumit.
Terdapat pendapat
bahwa go public merupakan proses yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, membutuhkan waktu
persiapan yang lama (relatif lama dibandingkan dengan mendapatkan pendanaan dari
perbankan atau menawarkan obligasi),
serta membutuhkan komitmen yang kuat dari manajemen dan pegawainya.
v Go
public akan mengurangi hak kendali dari pendiri dan pemilik perusahaan
Dalam kaitannya dengan
hal ini, pemilik dan pendiri akan merasa bahwa
go publicakan men-dilusi kepemilikan dan kontrol perusahaan, terutama
setelah masuknya komisaris independen.
v Ketidaksiapan
untuk melakukan transparansi
Sebagian besar pemilik
perusahaan merasa bahwa go public akan membawa konsekuensi transparansi yang
rumit, membebani keuangan perusahaan, dan akan terus berkelanjutan.
BAB
III. HASIL PEMBAHASAN
Pada bagian ini
akan aspek-aspek yang berpotensi mempengaruhi minimnya jumlah IPO (go public)
di Indonesia dan menyampaikan informasi hasil penyebaran kuesioner. Analisis
ini berdasarkan pemikiran bahwa jumlah IPO (go public) akan berkembang jika
terjadi kondisi dimana perusahaan yang telah benar-benar siap untuk go
public (sisi penawaran/supply-side)
“bertemu‟ dengan investor yang berkeinginan melakukan investasi dengan
pembelian saham go public (sisi permintaan/demand-side). Selama terjadi
ketimpangan yang besar di antara kedua sisi tersebut, maka IPO (go public) di
Indonesia akan sulit berkembang dengan maksimal.
Pemerintah
(dalam hal ini Bapepam-LK selaku regulator pasar modal) tentunya menginginkan
agar perusahaan yang melakukan go
public adalah perusahaan yang sehat dan
memiliki prospek yang baik di masa mendatang. Di sisi lain, pemerintah juga
berharap agar investor yang melakukan investasi melalui pembelian saham go public adalah investor yang memiliki konsep investasi jangka panjang
(long-term investor). Jika kondisi ini terjadi, maka akan terjadi perkembangan
jumlah perusahaan yang go public
sekaligus juga akan mendukung perkembangan pasar modal Indonesia dan
perekonomian nasional.
3.1. Jumlah Perusahaan di Indonesia yang Berpotensi
Melakukan Go Public (Supply- side
Analysis)
Pada bab-bab
sebelumnya dari laporan studi ini telah disampaikan bahwa meningkatnya jumlah
perusahaan yang melakukan go public (IPO) sangat penting bagi perkembangan pasar modal Indonesia, selain bagi perusahaan
itu sendiri tentunya. Sejalan dengan meningkatnya perusahaan yang go public, akan meningkat pula jumlah saham
yang beredar di pasar modal. Meningkatnya jumlah saham tersebut akan berdampak
positif bagi perkembangan kegiatan investasi (pembentukan portofolio) dan
pengelolaan risiko di pasar modal Indonesia (misalnya seperti Reksa Dana). Bagi
perusahaan sendiri, go public akan membuka peluang pertumbuhan usahanya
karena tersedianya dana jangka panjang yang dapat digunakan untuk perkembangan usaha dan
meningkatkan profesionalisme (tata kelola) perusahaan. Stakeholder
perusahaan tersebut akan “setia‟ menjadi bagian penting dari perusahaan
karena semuanya mendapatkan manfaat dari value journey perusahaan.
Pada
kenyataannya, hingga saat ini jumlah perusahaan di Indonesia yang melakukan IPO
(go pubic) masih sangat terbatas jumlahnya. Perkembangan yang terjadi tiap
tahunnya pun belum menggembirakan. Dibandingkan dengan jumlah perkiraan
perusahaan yang terdaftar pada beberapa lembaga, persentase jumlah perusahaan
yang melakukan IPO masih sangat minim.
Tim studi ini
melakukan beberapa kunjungan langsung ke beberapa pihak/lembaga yang
dimungkinkan memiliki data mengenai jumlah perusahaan yang telah memenuhi
kriteria secara administratif untuk melakukan
go public.
Adapun pihak/lembaga yang
dikunjungi langsung adalah sebagai berikut :
Ø Departemen
Perdagangan
Ø KADIN (Kamar Dagang Indonesia)
Ø HIPMI
(Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)
Secara umum,
kujungan tersebut belum memberikan data dan informasi yang mencukupi. Tim belum
mendapatkan perkiraan yang jelas mengenai jumlah perusahaan yang secara
administratif dapat melakukan go
public di bursa. Dari kegiatan kunjungan
juga dapat disimpulkan bahwa sampai saat ini belum ada sumber informasi yang
komprehensif dan terkini mengenai daftar perusahaan yang lengkap dengan
informasi keuangannya.
Namun
sebagaimana yang telah diungkapkan di bab Tinjuan Pustaka, bahwa perusahaan
yang sukses dalam go public harus mampu menciptakan value journey, baik bagi dirinya sendiri
maupun bagi para stakeholder-nya. Go public
merupakan salah satu tahapan transformasi dari perusahaan privat yang
sukses menjadi perusahaan publik yang sukses. Sehingga sebelum perusahaan
tersebut sukses, maka akan sangat sulit baginya untuk menghasilkan go
public yang sukses pula. Investor juga
akan merasa tidak optimis untuk melakukan pembelian saham IPO tersebut.
Secara umum, go
public yang sukses dapat diartikan
sebagai go public yang menghasilkan manfaat maksimal bagi kedua
belah sisi (pihak yang menawarkan saham IPO dan pihak yang membeli saham yang
ditawarkan), dimana antara lain kondisinya adalah sebagai berikut :
v Dilihat
dari sisi perusahaan (supply-side) ditunjukan dengan terserapnya seluruh saham
yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga mendapatkan dana yang dibutuhkannya.
Hal ini karena perusahaan dinilai telah sukses dan memiliki prospek usaha yang
baik di masa mendatang sehingga mampu memberikan value
secara berkesinambungan kepada para stakeholder-nya.
v Dilihat
dari sisi investor (demand-side) ditunjukan dengan meningkatnya harga saham
perusahaan yang dibeli dan pendapatan berupa dividen, sejalan dengan
perkembangan usaha perusahaan. Perusahaan dinilai mampu merealisasikan janjinya
sebagaimana yang diungkapkan dalam prospektus dan investor merasa yakin dengan
perkembangan “value‟ perusahaan sehingga berpikir bahwa investasi (pembelian
saham) yang dilakukannya adalah tepat.
Meskipun jumlah
perusahaan yang berpotensi melakukan go
public di Indonesia masih sangat besar,
namun potensi tdrsebut tidak akan berarti jika perusahaan-perusahaan tersebut
belum „siap‟ untuk menawarkan sahamnya kepada publik. Selain itu kondisi makro
ekonomi dan perkembangan pasar modal juga sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan go public perusahaan.
Mendasarkan
kepada seluruh informasi di atas,
penelitian berpendapat bahwa minimnya jumlah perusahaan yang melakukan go
public di Indonesia disebabkan hal-hal
sebagai berikut:
« Belum
adanya timing yang tepat bagi perusahaan
untuk melakukan go public, apalagi setelah terjadinya krisis finansial tahun
2008. Kondisi perekonomian, pasar modal dan industri perusahaan yang
bersangkutan sangat mempengaruhi timing.
Salah satu alat bagi perusahaan untuk mengetahui hal itu adalah dengan
melihat market-to-book ratio dari
perusahaan-perusahaan sejenis yang telah listing di bursa.
« Belum
banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki kondisi kesehatan finansial maupun
non-finansial yang cukup memuaskan. Masih minim perusahaan yang mampu
menciptakan value journey yang berkesinambungan bagi stakeholders-nya. Hal ini tentunya mempengaruhi
kepercayaan diri perusahaan untuk masuk bursa dan juga mempengaruhi minat
penjamin emisi (underwriters) yang bersedia membantu perusahaan melakukan go public. Beberapa perusahaan terbukti gagal
mendapatkan kontrak pendahuluan dan pernyataan efektif dari regulator terkait
dengan kondisinya.Data dari BEI menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai
dengan 2009 terdapat 14 perusahaan
yang gagal
mendapatkan kontrak pendahuluan dari bursa, yang sebagian besar alasannya
karena keraguan atas kelangsungan usaha.Salah satu temuan penting dari hasil
wawancara langsung dengan beberapa perusahaan yang menjadi responden adalah
masih minimnya pemahaman manajemen perusahaan mengenai proses go public
(IPO). Hal ini menyebabkan perusahaan berpikiran bahwa proses go public
akan sangat rumit dan memerlukan waktu yang lama serta manfaat yang akan
didapatkan belum tentu setara dengan upaya yang dilakukan.
3.2. Perkembangan Aktivitas
Investasi di Pasar Modal Indonesia (Demand-side
Analysis)
Perkembangan
jumlah perusahaan yang melakukan go
public juga sangat dipengaruhi
perkembangan kegiatan investasi di pasar modal. Saham yang ditawarkan melalui
IPO akan dapat diserap dengan baik jika terdapat dana yang mencukupi dan minat
berinvestasi dari para investor.
Perkembangan sisi penawaran saja tidak akan berdampak apapun jika tidak
diimbangi sisi permintaan yang memadai.
Data dan
informasi mengenai perkembangan pihak-pihak yang secara kontinyu berinvestasi
di pasar modal Indonesia, terutama yang berkaitan dengan transaksi pembelian
saham dan obligasi korporasi. Hal ini dimaksudkan untuk melihat perkembangan
minat berinvestasi di pasar modal, dimana jika minat tersebut menunjukan
peningkatan maka hal tersebut dapat diasumsikan bahwa penawaran saham go public
(IPO) memiliki potensi untuk diserap oleh pasar (investor). Untuk itu,
penelitian menggunakan data kepemilikan efek yang tercatat di PT Kustodian
Sentral Efek Indonesia sampai dengan kuartal III tahun 2009. Perkembangan
tersebut dapat dilihat pada grafik-grafik di bawah ini.
Untuk berpendapat bahwa sisi aspek
demand (jumlah investor yang berpotensi
membeli saham go public) masih belum
berkembang yang disebabkan hal-hal sebagai berikut:
v Minimnya
pemahaman masyarakat atas kegiatan berinvestasi di pasar modal menyebabkan masih
minimnya jumlah investor potensial. Akibatnya, walaupun dana masyarakat yang
tersedia di perbankan sangat besar, mereka enggan untuk mengalihkannya untuk
berinvestasi di pasar modal.
v Krisis
finansial tahun 2008 meningkatkan kekhawatiran investor terhadap keamanan
berinvestasi di pasar modal akibat jatuhnya nilai efek-efek setelah krisis.
Pasar dinilai masih mengalami tren penurunan (bear market). Hal ini tentunya
menurunkan minat investor untuk membeli efek dan pada gilirannya juga membuat
perusahaan untuk merencanakan kembali go public-nya.
3.3. Persepsi dan Minat Perusahaan Dalam
Melakukan Go Public
Untuk mendalami
persepsi dan minat perusahaan di Indonesia mengenai go public,
menyebarkan kuesioner kepada 80 perusahaan responden. Data perusahaan tersebut
diperoleh dari BEI dan merupakan perusahaan yang sudah menerima sosialisasi
mengenai go public dari BEI. Dengan demikian penelitian
menggunakan teknik „purposive sampling’. Jumlah perusahaan yang mengembalikan
kuesioner dan mengisinya dengan baik berjumlah 29 perusahaan (36% dari total
responden).
BAB
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan dari tugas makalah ini disimpulan
sebagai berikut :
2. Beberapa
hal yang menyebabkan masih rendahnya jumlah
perusahaan yang melakukan go public adalah :
v Belum
adanya waktu yang tepat (timing) bagi dilaksanakannya go public, apalagi setelah terjadinya krisis
finansial 2008. Selain mempengaruhi rencana perusahaan, kondisi tersebut juga
mempengaruhi minat investor melakukan
investasi di pasar modal.
v Belum
banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki kondisi kesehatan finansial maupun
non-finansial yang cukup memuaskan. Hal ini tentunya mempengaruhi kepercayaan
diri perusahaan untuk masuk bursa dan juga mempengaruhi minat penjamin emisi yang akan membantu perusahaan
melakukan go public.
v Masih
minimnya pemahaman manajemen perusahaan mengenai proses go public
(IPO), yang akhirnya menyebabkan perusahaan berpikiran bahwa proses go public
akan sangat rumit, memerlukan waktu yang lama, dan akan mengakibatkan banyak
perubahan di organisasi. Perusahaan khawatir bahwa manfaat yang akan didapatkan
tidak sebanding dengan upaya atau pengorbanan yang dilakukan.
3. Go
public (IPO) merupakan sebuah
transformasi, dari perusahaan privat yang sukses menjadi perusahaan publik yang
sukses. Perusahaan akan sukses go
public-nya jika mampu melakukan transformasi tersebut.
DAFTAR
KEPUSTAKA
Bank
Indonesia, Indonesian Banking Statistics, Vol. 7 No. 10, September 2009.
Brau,
James and Fawcett, Stanley, Initial Public Offering: An Analysis of Theory and
Practice, 1997.
Brau,
James, Ryan, Patricia, and DeGraw, Irv, Initial Public Offering: CFO Perception, 2001
Divisi
Riset dan Pengembangan, BEI, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perusahaan untuk
Memutuskan Listing di Bursa, 2006.
Ernst & Young, The Ernst & Young Guide
to the IPO Value Journey, 1999.
Ernst
& Young and Harvard University Graduate School of Business, Managing the
Success of the IPO Transformation Process, 1999.
Ernst
& Young, Top 10 IPO readiness challenges
: a Measures that matter SM global study , 2008.
Ernst
& Young, Shifting Landscape – Are
You Ready : Global IPO Trends Report 2009, 2009.
Green,
Andrew, The Unseen Benefits of Going Public, 2005
Going Public Disadvantage,
www.gopublictoday.com, 2009.
Marchisio,
Gaia and Ravasi, Davide, Family Firms and The Decision to Go Public: A Study of
Italian IPOs, 2000.
Pagano,
Marco, Panetta, Fabio, and Zingales, Luigi, Why Do Companies Go Public? An
Empirical Analysis, Journal of Finance, 1998.
Renaissance
Capital , 2008 Global IPO Market Year-End Review and Analysis : Rough year for
IPOs may lead to opportunities in 2009, 2009.
Ritter,
Jay. R., Initial Public Offering,1998.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar